Kamis, 18 Oktober 2012

kelainan bawaan dan penatalaksanaan Meningoke dan Encefalokel


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
     Cacat bawaan adalah suatu kelainan/cacat yang dibawa sejak lahir baik fisik maupun mental. Cacat bawaan dapat disebabkan akibat kejadian sebelum kehamilan, selama kehamilan dan saat melahirkan atau masa perinatal. Cacat ini dapat akibat penyakit genetik, pengaruh lingkungan baik sebelum pembuahan (bahan mutagenik) maupun setelah terjadi pembuahan (bahan teratogenik).
     Bila cacat bawaan terutama malformasi multipel disertai dengan retardasi mental dan kelainan rajah tangan (dermataoglifi) memberikan kecurigaan kelainan genetik (kromosomal). Penyakit genetik adalah penyakit yang terjadi akibat cacat bahan keturunan pada saat sebelum dan sedang terjadi pembuahan. Penyakit genetik tidak selalu akibat pewarisan dan diwariskan, dapat pula terjadi mutasi secara spontan yang dipengaruhi oleh lingkungan. Penyakit infeksi dalam kandungan, pengaruh lingkungan seperti radiasi sinar radioaktif dan kekurangan/kelebihan bahan nutrisi juga dapat menyebabkan cacat bawaan.
     Kelainan bawaan pada neonatus dapat terjadi pada berbagai organ tubuh. Diantaranya meningokel dan ensefalokel.Meningokel dan ensefalokel merupakan kelainan bawaan di mana terjadi pemburutan selaput otak dan isi kepala keluar melalui lubang pada tengkorak atau tulang belakang.
     Meningokel biasanya terdapat pada daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis ( dalam durameter tidak terdapat saraf). Operasi akan mengoreksi kelainan, sehingga tidak terjadi gangguan sensorik dan motorik dan bayi akan menjadi normal.
Ensefalokel biasanya terjadi pada bagian oksipital. Pada bagian ini terdapat kantong berisi cairan, jaringan saraf, atau sebagian otak. Ensefalokel akan berkaitan dengan kelainan mental yang berat meskipun sudah dilakukan operasi.

B.   Tujuan
Untuk mengetahui kelainan bawaan dan penatalaksanaan Meningoke dan Encefalokel

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.      Meningokel
1.      Definisi
Meningokel adalah salah satu dari tiga jenis kelainan bawaan spina bifida. Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan dibawah kulit. Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh (Wafi Nur, 2010).
Meningokel terbentuk saat meninges berherniasi melalui defek pada lengkung vertebra posterior. Medulla spinalis biasanya normal dan menerima posisi normal pada medulla spinalis, meskipun mungkin terlambat, ada siringomielia, atau diastematomielia. Massa linea mediana yang berfluktuasi yang dapat bertransiluminasi terjadi sepanjang kolumna vertebralis, biasanya berada dipunggung bawah. Sebagian meningokel tertutup dengan baik dengan kulit dan tidak mengancam penderita (Behrman dkk, 2000).
Meningokel adalah satu dari tiga jenis kelainan bawaan spina bifida. Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit. Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi. (IKA-FKUI. Hal-1136).
Meningokel adalah penonjolan dari pembungkus medulla spinalis melalui spina bifida dan terlihat sebagai benjolan pada permukaan. Pembengkakan kistis ini ditutupi oleh kulit yang sangat tipis. (Prinsip Keperawatan Pediatric, Rosa M. sachrin. Hal-283).
2.      Etiologi
Penyebab terjadinya meningokel adalah karena adanya defek pada penutupan spina bifida yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak normal dari korda spinalis atau penutupnya, biasanya terletak di garis tengah. Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama terjadi pada awal kehamilan.
Meningokel terbentuk saat meninges berherniasi melalui defek pada lengkung vertebra posterior. Medulla spinalis biasanya normal dan menerima posisi normal pada medulla spinalis, meskipun mungkin terhambat, ada siringomeielia. Meningokel membentuk sebuah kista yang diisi oleh cairan serebrospinal dan meninges. Massa linea mediana yang berfluktuasi yang dapat bertaransiluminasi terjadi sepanjang kolumna vertebralis, biasanya terjadi dibawah punggung. Sebagian bessar meningokel terutup dengan baik dengan kulit dan tidak mengancam penderita. Pemeriksaan neurologis yang cermat sangat dianjurkan.
Penyebab spesifik dari meningokel atau belum diketahui. Banyak factor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal- hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam  folat dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku saku keperawatan pediatric Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002)
Kelainan konginetal SSP yang paling sering dan penting ialah defek tabung neural yang terjadi pada 3-4 per 100.000 lahir hidup. Bermacam-macam penyebab yang berat menentukan  morbiditas dan mortalitas, tetapi banyak dari abnormalitas ini mempunyai makna klinis yang kecil dan hanya dapat dideteksi pada kehidupan lanjut yang ditemukan secara kebetulan. (Patologi Umum Dan Sistematik Vol 2, J.C.E. Underwood. 1999. )
Gangguan pembentukan komponen janin saat dalam kandungan. Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau bagian bawahnya.
3.      Penyebab
Risiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
Penonjolan dari korda spinalis dan akar syaraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau dibagian bawahnya.
Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir. Kelainan bawaan lainnya yang juga ditemukan pada penderita spina bifida: hidrosefalus , siringomielia, serta dislokasi pinggul.
4.      Gejala
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena (Wafi Nur, 2010).
Terdapat tiga jenis spina bifida yaitu:
a.       Spina bifida okulta merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.
b.      Meningokel yaitu meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan dibawah kulit.
c.       Mielokel merupakan jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit diatasnya tempak kasar dan merah.
Gejala dari spina bifida, umumnya berupa penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir, jika di sinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya, kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan sensasi, inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja, korda spinalis yangt terkena rentan terhadap infeksi (meningitis). Gejala pada spina bifida okulta adalah seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang) lekukan pada daerah sakrum.
5.      Diagnosis
Diagnosis spina bifida, termasuk meningokel ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma down dan kelainan bawaan lainnya.
Sebanyak 85 % wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein yang tinggi. Tes ini meliliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang-kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairanm ketuban).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan, pemeriksaan USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra, serta pemeriksaan CT-Scan atau MRI tulang belakang kadang-kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan (Wafi Nur, 2010).
Pemeriksaan neurologis yang cermat sangat dianjurkan. Anak yang tidak bergejala dengan pemeriksaan neurologis normal dan keseluruhan tebal kulit menutup meningokel dapat menunda pembedahan. Sebelum koreksi defek dengan pembedahan penderita harus secara menyeluruh diperiksa dengan menggunakan rontgenogram sederhana, ultrasonografi, dan tomografi komputasi (CT) dengan metrizamod atau resonansi magnetik (MRI) untuk menentukkan luasnya keterlibatan jaringan syaraf jika ada dan anomali yang terkait, termasuk diastematomelia, medulla spinalis terlambat dan lipoma. Penderita dengan kebocoran cairan serebrospinalis (CSS) satu kulit yang menutupi tipis harus dilakukan pembedahan segera untuk mencegah meningitis. Scan CT  kepala dianjurkan pada anak dengan meningokel karena kaitannya dengan hidrosefalus pada beberapa kasus. Meningokel anterior menonjol ke dalam pelvis melalui defek pada sakrum (Behrman dkk, 2000).
6.      Pengobatan dan Penanganan
Tujuan dari pengobatan awal spina bifida, termasuk meningokel adalah mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida, meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi), serta membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk menutup lubang yang terbentuk  dan untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik. Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembut diatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan kateter. Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi. Kadang-kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrisefalus akan menyebabkan berkurangnya mielimeningokel secara spontan.
Penatalaksanaan:
a.       Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan kedalam incubator dengan kondisi tanpa baju.
b.      Bayi dalam posisi telungkup atau tidurjika kantungnya besar untuk mencegah infeksi.
Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah dan ahli ortopedi, dan ahli urologi, terutama untuk tidakan pembedahan, dengan sebelumnya melakukan informed consent.
Penanganan yang dapat dilakukan pada kelainan ini, antara lain :
a.       Untuk spina bifida atau meningokel tidak diperlukan pengobatan
b.      Perbaikan mielomeningokel, kadang-kadang meningokel, melalui pembedahan diperlukan
c.       Apabila dilakukan perbaikan melalui pembedahan, pemasangan pirau (shunt) untuk memungkinkan drainase CSS perlu di lakukan untuk mencegah hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial selanjutnya
d.      Seksio sesarea terencana sebelum mulainya persalinan dapat penting dalam mengurangi kersakan neurologis yang terjadi pada bayi dengan defek medula spinalis (Corwin, 2009).

7.      Pencegahan
Risiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat. Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.
Kepada wanita tang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil 1 mg/hari.

B.       Ensefalokel




1.      Pengertian
Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin.
2.      Etiologi
Ada beberapa dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi, faktor usia ibu yang terlalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat. Langkah selanjutnya, sebelun hamil, ibu sangat disarankan mengonsumsi asam folat dalam jumlah cukup.
Encefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh gangguan pembentukan tulang cranium saat dalam uterus seperti kurangnya asupan asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan radiologi), obat – obatan yang mengandung bahan yang terotegenik.
Ensefalokel disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya terjadi dibagian occipitalis, kadang – kadang juga dibagian nasal, frontal, atau parietal.
3.      Gejala
Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa :
a.       Hidrosefalus
b.      kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadriplegia stastik).
c.       Mikrosefalus
d.      gangguan penglihatan, keterbelakangan mental, dan pertumbuhan.
e.       Ataksia
f.       kejang.
Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal. Ensefalokel seringkali disertai dengan kelainan kraniofasial atau kelainan otak lainnya.
4.      Penanganan
Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi. Untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu shunt. Pengobatan lainnya bersifat simtomatis dan suportif.
Penanganan Pra Bedah:
a.       Segera setelah lahir daerah yang terpakai harus dikenakan kasa steril yang direndam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutpi kasa steril yang tidak melekat untuk mencegah jaringan saraf yang terpapar menjadi kering.
b.      Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada saat mempertahan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat permukaan lesi yang basah.
c.        Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
d.      Akan diminta X-Ray medulla spinalis.
e.       Akan diambil photografi dari lesi.
f.       Persiapan operasi.
g.      Suatu catatan aktifitas otot pada anggota gerak bawah dan sringter anal akan dilakukan oleh fisioterapi.
h.      Pembedahan medulla spinalis yang terpapar ditutupi dengan penutup durameter dan kulit dijahit diatas dura yang diperbaiki. Jika celah besar, maka perlu digunakan kulit yang lebih besar untuk menutupi cacat. Pada bayi ini drain sedot diinsersikan dibawah flap.
Perawatan pasca bedah
a.         Pemberian makan pr oral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan.
b.         Jika ada drain penyedotan luka makan harus diperiksa setiap jam untuk menjamin tidak adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan negatif dan wadah.
Lingkar kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu. Sering kali terdapat peningkatan awal dalam pengukuran setelah penutupan cacat spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan terjadi perkembangan hidrochephalus maka harus diberikan terapi yang sesuai.
5.      Prognosis
Prognosis tergantung kepada jaringan otak yang terkena, lokasi kantung dan kelainan otak yang menyertainya.
6.         Pencegahan
Bagi ibu yang berencana hamil, ada baikya mempersiapkan jauh jauh hari. Misalnya, mengkonsumsi makanan bergizi serta menambah suplemen yang mengandung asam folat. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya beberapa kelainan yang bisa menyerang bayi.
Sumber asam folat banyak didapatkan dari:
a.                   Sayuran seperti bayam, asparagus, brokoli, lobak hijau, selada romaine, kecambah.
b.                   Kacang segar atau kering, kacang polong, gandum, biji bunga matahari. Produk biji-bijian yang diperkaya (pasta, sereal, roti)
c.                   Buah-buahan seperti: jeruk, tomat, nanas, melon , jeruk bali, pisang, strawberry, alpukat, pisang
d.                   Susu dan produk susu seperti keju yoghurt.
e.                   Hati
f.                    Putih Telur
Salah satunya, encephalocele atau ensefalokel. Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi. Untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu shunt. Pengobatan lainnya bersifat, simtomatis dan suportif. Prognosisnya tergantung kepada jaringan otak yang terkena, lokasi kantung dan kelainan otak yang menyertainya.

ASUHAN KEBIDANAN
PADA BAYI NY.W DENGAN ENCEFALOKEL
Tanggal Masuk      : 12 Oktober 2012
Tempat                  : Rumah Sakit Citra Asih
No. Register          : 3422560

I.                   PENGUMPULAN  DATA DASAR
A.    IDENTITAS
Nama Bayi      : An. B
Umur bayi       : 2 minggu
Jenis Kelamin  : laki-laki
Anak ke           : 1

Nama Ibu        : Ny.W
Umur               : 30 tahun
Suku/Bangsa   : Jawa/Indonesia
Agama             : Islam
Pendidikan      : D4
Pekerjaan         : Dosen
Alamat                        : Desa Tegalpingen Rt 01 Rw 05, Manokwari

Nama Ayah     : Tn. E
Umur               : 35 tahun
Suku/Bangsa   : Jawa/Indonesia
Agama             : Islam
Pendidikan      : D4
Pekerjaan         : Dosen
Alamat                        : Desa Tegalpingen Rt 01 Rw 05, Manokwari


B.     DATA SUBJEKTIF
1.      Keluhan Utama
Ibu mengatakan anaknya mengalami seperti benjolan tumor di kepala, rewel.
2.      Riwayat Kesehatan Anak
a.       Data Kesehatan Sekarang
Pada kepala bayi terdapat benjolan seperti tumor
b.      Riwayat Kesehatan yang Lalu
Ibu mengatakan bayi mengalami benjolan di kepala sejak lahir dan belum pernah dibawa ke rumah sakit
c.       Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan dalam anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit menular, kronis maupun menurun seperti diabetes, jantung.
3.      Riwayat Persalinan
a. Tanggal Lahir    : 28 September 2012
b. Jenis Persalinan : SC
c. Lama Persalinan: 2 jam
d. Penolong           : Dokter
e. Penyulit               :Ada (kesulitan persalinan dalam pengeluaran kepala karena terdapat benjolan.)
f. Berat badan       : 3500 gram
h. Lingkar Kepala : 45 cm
i. Lingkar Dada     : 35 cm

4.      Riwayat Imunisasi
Ibu mengatakan An. B telah diberikan imunisasi Hb O Uniject pada tanggal 22 September 2012 pukul 17.00 WIB di Rumah Sakit Citra Asih.

5.      Data Pemenuhan Sehari-hari
No
Pola
Sebelum
Sesudah
1.       
Nutrisi
ASI
ASI
2.       
Eliminasi
·           BAB 1x sehari
·           BAK 14 x sehari
·       BAB 1x sehari
·       BAK 14 x sehari
3.       
Aktivitas
Bayi cenderung pasif karena adanya benjolan di kepala.T idur, menyusu, menangis.
Bayi mulai sedikit aktif. Tidur, menyusu, menangis.
4.       
Istirahat
Bayi tidur sehari 12 jam
Bayi tidur sehari 16 jam


C.     DATA OBJEKTIF
1.      Pemeriksaan Umum
Suhu          : 37 o C
Pernafasan : 40 x/menit
Nadi          : 135 x/menit
2.      Pemeriksaan Fisik
a.       Kepala : Kulit kepala bersih, terdapat benjolan seperti tumor, rambut hitam.
b.      Mata    : Simetris, konjungtiva pucat, tidak ikterus, sclera putih.
c.       Hidung: Simetris, tidak ada peradangan
d.      Mulut  : Simetris, tidak ada kelainan, tidak ada labioskitis atau palatoskitis
e.       Telinga: Daun telinga simetris, tidak terdapat peradangan
f.       Leher   : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid maupun vena jugularis
g.      Dada   : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada
h.      Perut    : Tidak ada pembengkakan hepar
i.        Ekstremitas atas dan bawahLumpuh (kuadriplegia static), jari lengkap, tidak sianosis
j.        Genitalia: Normal, testis sudah masuk ke skrotum, jumlah 2.
3.      Pemeriksaan Tumbuh kembang
Aktifitas: Tidur, menyusu, mengangis.
4.      Pemeriksaan penunjang
Laboratorium        : -
Lain-lain                :  X-Ray
                                Photografi lesi
II.                INTERPRETASI DATA
Dx             : By. B umur 2 minggu dengan encefalokel.
Data Dasar:
Ds              : Ibu mengatakan bayinya sejak lahir terdapat benjolan di kepala seperti tumor.
Do             : Hasil Pemeriksaan TTV
                  Suhu                : 37 o C
                  Pernafasan       : 40 x/menit
                  Nadi                : 135 x / menit
Hasil pemeriksaan fisik: Jenis kelamin laki-laki, terdapat benjolan pada kepala, pernafasan lancar 40x/menit, denyut jantung 135x/menit, suhu 37oC.

III.             DIAGNOSA POTENSIAL
Bayi mengalami kelainan neurologis, lumpuh pada ekstrimitas, gangguan penglihatan.

IV.             RENCANA TINDAKAN
Dx : An. B umur 20 hari dengan encefalokel.
1.      Jelaskan pada ibu dan keluarga bagaimana keadaan bayi
2.      Lakukan pemeriksaan TTV
3.      Lakukan pemantauan keadaan umum bayi
4.      Lakukan persiapan pada pasien untuk dilakukan operasi
5.      Lakukan perawatan pada daerah operasi pasca operasi
6.      Pantau TTV dan kesadaran pasca operasi

V.                IMPLEMENTASI
Tanggal     : 12 Oktober 2012                               Jam : 10.00 WIB
1.      Menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang keadaan bayi
2.      Melakukan pemeriksaan TTV
3.      Memantau keadaan umum bayi
4.      Melakukan persiapan untuk melakukan operasi
Tanggal     : 13 Oktober 2012                               Jam  : 08.00 WIB
1.    Memantau TTV dan kesadaran pasca operasi
2.    Melakukan perawatan pada daerah operasi pasca operasi
3.    Menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang keadaan bayi



VI.             EVALUASI
Tanggal     : 12 Oktober 2012                               Jam  : 10.30 WIB
1.      Ibu dan keluarga telah mengetahui keadaan bayi
2.      Hasil pemeriksaan TTV dengan N : 135 kali/menit, RR : 40x/menit, Suhu : 37o C.
3.      Keadaan umum kurang baik.
4.      Telah dilakukan persiapan operasi.
Tanggal     : 13 Oktober 2012                               Jam  : 08.30
1.    Telah dilakukan pemantauan TTV dengan hasil : N : 130x/menit, RR : 35x/menit, Suhu : 37o C.
2.    Telah dilakukan perawatan pada daerah operasi  pasca operasi.
3.    Ibu dan keluarga telah mengetahui keadaan bayi.
4.    Memberitahu jadwal control selanjutnya yaitu 1 minggu kemudian.
DATA PERKEMBANGAN
Tanggal : 19 Oktober 2012                       Jam : 11.00
S        :Ibu mengatakan keadaan bayi sudah lebih baik, luka pasca operasi sudah mulai kering, sudah mulai aktif bergerak, sudah mulai bisa mengangkat kepalanya sendiri.
O        : Bayi sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya, sudah tidak terdapat benjolan di kepala.
  Suhu         : 36,8 o C
 Pernafasan : 46x/menit
 Nadi           : 130x/menit
A     : Bayi dengan riwayat ensefalokel.
P     : Perawatan luka pasca operasi, perawatan bayi sehari-hari, pemenuhan nutrisi.


            BAB III
                PENUTUP

A.   Kesimpulan
       Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan dibawah kulit. Penyebab terjadinya meningokel adalah karena adanya defek pada penutupan spina bifida yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak normal dari korda spinalis atau penutupnya, biasanya terletak di garis tengah. Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama terjadi pada awal kehamilan. Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Diagnosis spina bifida, termasuk meningokel ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Tujuan dari pengobatan awal spina bifida, termasuk meningokel adalah mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida, meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi), serta membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk menutup lubang yang terbentuk  dan untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida. Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot. Risiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat. Kepada wanita tang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil 1 mg/hari.
       Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Ada beberapa dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi, faktor usia ibu yang terlalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat. Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa : hidrosefalus, kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadriplegia stastik), mikrosefalus, gangguan penglihatan, keterbelakangan mental, dan pertumbuhan, ataksia, kejang. anya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi. Bagi ibu yang berencana hamil, ada baikya mempersiapkan jauh jauh hari. Misalnya, mengkonsumsi makanan bergizi serta menambah suplemen yang mengandung asam folat.
B.       Saran
       Meningokel dan ensefalokel merupakan kelainan yang berbahaya dan berdampak buruk pada perkembangan anak selajutnya, maka sebagai tenaga kesehatan (bidan) harus mengetahui dan memahami tentang etiologi, penyebab, penanganan dan pencegahannya.




DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richard E dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Lia Dewi, Vivian Nanny. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika
Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya